Syahdan, alih-alih mendapatkan hanya ucapan semangat, yang kadang lebih terdengar seperti bahasa basi, saya akan jauh lebih tergugah ketika dihibur dengan satu atau dua kisah. Meski pun barang tentu saya akan sangat menghargai siapa pun yang mengucapkannya, lebih-lebih dengan tulus.
Saya amat senang membaca atau mendengarkan kisah-kisah. Begitu sukanya, hingga saya akan percaya kepada kekisah sekali pun tahu kekisah tersebut hanyalah rekaan pengarang saja. Maksud saya, jika ternyata kisah itu hanyalah rekaan, saya akan tetap percaya kejadian yang ditulis memang benar-benar terjadi di kehidupan nyata ini. Saya percaya saja masa sih di antara 7,6 miliar manusia di muka Bumi ini tidak ada yang kisahnya mirip? Pasti ada!
Ketika dihadapkan dengan sebuah kisah, bukan hal yang mustahil bagi kita, pembaca, mengetahui segala sebab akibat, utamanya suatu perbuatan dilakukan. Dalam kisah serial Lupus bertajuk Krismon, misalnya. Jika kita membacanya dengan seksama, akan kita tahu bagaimana perasaan Enyak Boim yang berusaha tetap menyajikan lauk di tengah situasi krisis ekonomi, walau hanya sebatas tempe dan sambel, demi membahagiakan anak bungsunya, Boim. Sayang memang, si bungsu alih-alih senang dan bersyukur ternyata lebih memilih mendumel dan tidak jadi menyendok nasi. Ketika si ibu tahu dan kembali berusaha mencarikan lauk yang lebih sedap, ia malah pergi entah kemana. Lantas setelah membacanya, kita akan turut pula merasakan bagaimana perasaan Enyak.
Atau masih dalam kisah yang sama, saat Enyak Boim sampai berkelahi dengan seorang ibu di pasar mempertahankan sepotong daging temuan yang jelas-jelas bukan miliknya demi mendapati bungsunya bahagia menyantap daging. Semisal kejadian itu benar-benar terjadi dan kita tidak pernah tahu apa motif Enyak Boim, mungkin beberapa dari kita akan menganggapnya sama dengan saksi mata lain di tempat kejadian. Enyak Boim disangkanya orang-orang, gila. Ketika Boim kebetulan menyaksikan kejadian tersebut dan mendengar penjelasan enyak, ia pun terenyuh. Ia bertekad akan selalu membantu enyaknya. Ia buktikan, keesokan harinya, pagi-pagi sekali, ia bergegas bekerja. Menimba air, menyiapkan sarapan, dan lain sebagainya.
Dua sudut pandang yang tentu bisa tersaji berkat keutuhan kejadian inilah yang amat saya suka dari kisah-kisah. Lain daripada itu, di dalam kisah, utamanya kisah orang-orang salih pasti akan kita tahu tersirat adab dan akhlaq yang amat mahal. Begitu pentingnya adab dan akhlaq ini, mengutip dari Sunnah Sedirham Surga- Salim A. Fillah, Imam Abu Hanifah Rahimahullah, seorang ulama pada masa tabi'in mengatakan:
“Hikayat keteladanan para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai daripada kebanyakan persoalan fiqh, karena kisah-kisah tersebut berisi adab dan akhlaq mereka untuk diteladani.”
Begitulah adanya kisah di hati saya. Saban-saban, ada kalanya beberapa kisah amat berbekas sehingga mempengaruhi pula kepada bagaimana saya menulis, berucap, atau bahkan berperilaku.
Komentar
Posting Komentar